Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Minggu, 12 Agustus 2018

, ,

Alkisah di Balik Student Mobility FMIPA UM ku Tercintaaah

Assalammualaikum wr. wb.
Bismillahirrohmanirrohim

 Haii semuaaanyaaa, aku balik lagii. Mau cerita banyaaak tentang acaraku kemarin di Thailand. Iyaa, aku barusan balik dari Thailand membawa sejuta kenangan. Karena kenangannya berjuta-juta, ceritanya mau tak bagi menjadi beberapa part gitu. Nah, ini part pertama aku mau bahas tentang cerita prolog sebelum aku ke Thailand.

Once upon a time nih, Pak Ong, WD III FMIPA UM ngirim chat ke grup WA ONMIPA UM. Chatnya kalau aku gak salah inget isinya link gitu, kubuka linknya, linknya mengarahkanku pada pengumuman program PPL/KKN, PKL, student exchange dan student mobility yang diselenggarakan FMIPA UM. Langsung saja ya hati kecilku yang mulai tertarik ini mempelajari lebih lanjut tentang program ini. Disana dipaparkan bahwa untuk program PPL, destinasinya adalah Malaysia, berpartner dengan Universiti Teknologi Malaysia / Universiti Malaya gitu. Untuk PKL, student exchange dan student mobility, destinasinya lebih bervariasi, mulai dari kedua universitas di atas serta universitas dari Thailand yaitu Prince Songkla University, Yala Rajabhat University dan Suranaree University of Technology. Untuk deskripsi programnya, seperti yang kita tahu lah kalau PPL, PKL dan student exchange gimana. Kalau PPL dan PKLnya berdurasi sekitar 1 bulan, kalau exchange durasinya 1 semester.

Nah, yang jarang tahu adalah program student mobility. Barang apa sih student mobility itu? Ternyata, student mobility ini adalah program yang memfasilitasi mahasiswa untuk mengunjungi universitas tujuan dalam rangka mempelajari budaya disana. Sebenernya kalau menurutku sendiri, pengertian seperti ini luas banget yaa konteksnya. Aku sih ambil simpel aja. JALAN-JALAN rek intinya, wkwkwkwk. Durasinya sekitar 2 minggu - 1 bulan guys disana. Kemudian, dipaparkan juga disana bahwa untuk biaya-biayanya, FMIPA UM bakal mengcover biaya tiket pesawatnya PP looo. Untuk tempat tinggal, tenang aja, katanya sih insyaAllah bakal dicover universitas tujuan. Nah, biaya yang kita cover sekarang hanya tinggal makan dan transport di sana aja sih guys. Tuh, kurang apa dah program FMIPA ini, dabest lah pokoknya.

Habis mantengin deskripsinya, aku pantengin tuh alur pendaftaran dan seleksinya. Gilaaaak bangettt, Subhanallah, Maha Baik dikau FMIPA UMku tercintaaahh. Seleksinya hanya dengan seleksi berkas dan wawancara guys. Ditambah lagi ya, berkas yang dibutuhkan itu cuma sertif TOEFL (minimal 500 sih bilangnya), pas foto, surat ijin ortu dan ngisi google form. Gak ada biayanya sama sekali guysss, Ya Allah, suangar, we love you FMIPA UM. Nothing to lose lah ya buat mahasiswa pendaftar.

Dan lo tau guys, aku ndaftarnya itu GAK BONDO BANGET, wkwkwk. Aku kan nggak pernah ya ikutan tes TOEFL-TOEFL gituu dari lembaga tes gitu, jadi aku lampirin aja tuh sertif TOEFL hasil Tes Kemampuan Bahasa Inggris yang dulu diwajibin bagi maba UM, wkwkwk. Jan gak bondo. Untung aee yoo, nilai TKBIku itu 503. Terus, untuk pas fotonya, lebih gak bondo lagi guys, wkwkwk. Aku kan gak pernah tuh foto formal ke studio semenjak kuliah ini. Yaudin, aku donlod aja fotoku waktu daful dulu di siakad. Waktu itu, fotonya baru bisa keload kalau akses pakai wifi UM, langsung dah gue tancap ke UM nunut wifi buat donlod foto itu aja. Kalau surat ijin ortu, yaa gitulah, gampang, cuma tinggal minta ttd (ortuku aja belum tak bilangi ttdnya buat apa, wkwkwk. males aku tu soalnya kalau diinterview kek artis).

Gak cuma berhenti di situ aja guys keantusiasanku. Aku langsung ajak semua temen-temenku, mulai dari temen kelas sampai temen SMA yang juga kuliah di UM (Indah dan Rara). Aku sih awalnya mikir mau ngajak Gicho, Amanatul dan Ridho juga guys (temen SMA dan adek kelas yang jadi angkatan 2017), tapi di persyaratannya agak ambigu gitu, soalnya minimal harus semester 3. Nah, aku mikirnya, ini kan liburan antara semester genap dan ganjil, apa berarti mereka masih semester 2(?). Yaudin lah, nggak kuajak akhirnya mereka. Pokoknya aku getol banget menghasut temen-temenku buat ikut ituuu, apalagi Indah dan Rara yang udah menemaniku 5 tahun ini.

Agak susah sih ngehasut mereka, aura setanku dikuras banyak. Mereka kayak pesimis-pesimis gitu, agak minder juga. Udah kubilangi, metode daftarnya kayak aku aja biar gampang, gak bondo banget, NOTHING TO LOSE, tinggal pake sertif TKBI dan foto siakad, tetep aja mereka minder dan pesimis. Alasannya paling krusial sih nilai TOEFLnya dan biaya. Kalau nilai TOEFL, swantee ae wes, babah tah kene ndaftar masio dikeki minimal 500. Nggak diterima, yaudah. Sekali lagi, NOTHING TO LOSE. Bayangkan juga seperti ini, misal event ini pengumumannya kurang WOW (dan emang iya sih menurutku, yang tahu aja cuma sedikit, wkwkwk) dan para calon pendaftar sudah mundur duluan gara-gara ditarget TOEFL minimal 500, maka yang daftar kan akhirnya juga sedikit, peluang kita terpilih juga semakin banyak. Kalau kuotanya belum tercukupi, panitianya cari peserta gimana hayoo, ya ambil yang dari pendaftar lah walaupun TOEFLnya < 500. Gimana lagii cobak.

Kalau masalah biaya, santee lah wes, kan cuma ngecover makan dan transport disana. Paling-paling yaa sama kek Indo bagian Jakarta. Anggep aja ini liburan kita, toh cuma 1 minggu toh (kalau foya-foya). Udah dicover tiketnya gitu, secara, kurang apaaa. Kapan lagi bisa ngabisin uangnya UM, ups, wkwkwk. Pengalamannya juga harus diperhitungkan. Walaupun kita keluar uang (entah menurut kalian itu banyak / lumayan), kan feel yang kita dapatkan akan worth it, sebanding dengan itu. Aku aja mikirnya ibuku nanti pasti bela-belain utang nih buat sanguku, wkwkwkwk, wes gampang lah, pasti disupport e.

Akhirnya dari ceramahku panjang lebar itu, Indah dan Rara berhasil terhasut. Aku milih student mobility ke Malaysia, UTM Johor Bahru tepatnya sebagai destinasiku. Pertimbangannya, setelah kuriset, harga makanan di Malaysia lumayan murah sih, 15K an gitu. Dan apalagi Johor Bahru kan bukan ibukotanya Malaysia, jadi mungkin harganya lebih murah dari Kuala Lumpur. Untuk bahasanya, Malaysia juga kan memiliki rumpun bahasa yang sama dengan kita, Bahasa Melayu, jadi ya mudahlah komunikasinya. Malaysia juga mayoritas orangnya Muslim. Kalau Thailand, nggak pernah kepikiran sih. Pertama juga karena budayanya sana yang jauuuh banget dari keislaman (aku mikirnya banyak LGBT dan banci, wkwkwk, terus kawasannya freedom gitu kek Pattaya, dan belum lagi sulit nyari makanan halalnya kan) juga bahasanya yang kita harus pakai full English. Nah, meskipun TOEFLku nih 500an, tapi speakingku udah ambyar daah gara-gara lama nggak dilatih. Dari pertimbangan itu sih aku nggak milih Thailand, belum kuriset sebenarnya kalau masalah kurs dan harga pangan disana. Nah, temen-temenku tadi pun juga akhirnya mikir begitu.

Balik ke cerita pendaftaran, awalnya aku dulu nih yang coba daftar. Kan terus dapat nomor pendaftaran nih, aku dapatnya nomor 12. WAGELASEEEEH. Gilak, gilak, bayangin dong, aku yang daftarnya H-1 deadline ini dapat nomor 12, lha pendaftarnya berapaaa, sedikit banget saingannya, wkwkwkkw? Belum lagi itu kan mungkin kecampur sama program lain (PPL, PKL, student exchange), lhah yang pure student mobility berapa cobaa, wkwkwk? Anggep aja kita bagi sama rata, berarti 1 program 3 pendaftar, lha kuota untuk student mobilitynya sendiri aja 4 lo, yowes pasti lolos kabeh tah iki, wkwkwk.

Langsung yaa, dengan bangga kuberitahukan info ini pada Indah, Rara dan temen-temenku yang lain, tapi apa daya hasutanku kali ini hanya mempan ke Faula aja, temen offeringku, wkwkwk. Indah dan Rara juga akhirnya terbangun semangatnya melihat masa depan yang lebih cemerlang, wkwkwk. Optimismenya mulai naik. Akhirnya, ketiga temanku ini, mendaftarlah ke program itu.

Sambil nggarap PKM, hari pengumuman seleksi berkas telah tiba guys. Aku ngelihat pengumumannya sambil senyum-senyum setan dan hati sombong sedikit nih. Ya benar aja lah, kami pasti keterimanya, toh hasil dari seleksi berkasnya ini diterima 16 atau 20 peserta gitu, wkwkwk. Tuh kaan, walaupun TOEFLmu < 500, toh keterima-keterima aja tuh. Nah, saiki masalahe garek interview ne yo'opo wes, iki perlu dipusingkan, wkwkwk.

Jujur, waktu interview aku nggak ada persiapan khusus sih. Aku mikirnya sih interviewnya bakalan English lah yaa kemungkinan terburuknya. Persiapanku cuma monolog aja ke diri sendiri sih, sok-sokan nginggris gitu. Pas hari-H interview, ya Allah, ndredeg banget akuuu, wkwkwk. Waktu masuk ke ruangannya, terlihat Pak Husni dan Bu Vivi duduk disana. Ku nostalgia masa SMA waktu diinterview pake English gitu. Aku disini konteksnya kan cuma nyoba yaa, ya nothing to lose gitu rasanya, kuberikan semua yang kubisa aja pokoknya. Sesi wawancara berlangsung AGAK lancar. Yang ditanyakan yaa seputar diri kita sih. Apa hobi kita, apa keunggulan kita, apa minat kita, cita-cita kita, uniqueness kita, dll. Nervous banget sumpah akunya, wkwkwk, padahal atmosfernya ya kayak percakapan biasa, nggak serius-serius banget. Dan disinilah baru kusadari English speakingku ancurr banget, aku rasanya itu kayak: listening question -> translating ke Indo -> mikir mau jawab apa -> mikir English dari jawabanku, wkwkwk. Sumpah guys, penting banget emang ternyata kebiasaan kita berbahasa asing itu. Bahasa bukan ilmu kayak sains gitu yang kalau dicari di buku langsung ketemu, tapi bahasa harus sering dipraktekkan agar lancar digunakan. Bener banget sih emang sarannya Bu Vivi, aku harus cari partner yang bisa ngelatih English aku dengan speaking English everytime. Udah deh, dari hasil wawancaraku ituu, pesimis banget lah wes kalau lolos, pasrah dah gue. Lolos ya alhamdulillah, enggak yaa gapapa, nothing to lose, setidaknya aku bisa menjawab keingintahuanku: "Ada kesempatan nggak sih buat aku keluar negeri gratis?".

Hari-H pengumuman guys, ALHAMDULILLAH WASYUKURILLAH YA ALLAH, kok isooo jenengku katut ndek konooo, wkwkwk. Mikir opo Pak Husni ambek Bu Vivi, wkwkwk. Gak nyangka banget pokok, kok bisa kandidat dengan wawancara seburuk aku ini bisa dipilih. Aku langsung ngerasa berdosa banget ke Allah, kok bisa hambaNya yang penuh dosa ini dikasih nikmat besar, disayang banget, Ya Allah, maafkan hambaa. Wes, mulai dari situ wes, aku seneng bangett, bersyukur bangett. Btw, Indah dan Rara terpilih juga, tapi sayangnya Faula nggak. Demi meningkatkan skill speaking Engishku, aku buat grup WA dengan Rara dan Indah untuk koordinasi seputar program ini, dimana kami harus chatting dengan menggunakan full English dalam grup.

Hari demi hari berjalan, kami cukup sering sih mendapatkan koordinasi dari panitia seputar persiapan apa yang harus dilakukan dan kabar mengenai program kami. Sambil menunggu kabar dari UTM, universitas tujuan kami, kami diminta panitia untuk mengurus paspor. Pengurusan paspor ternyata gampang banget guys, sumpil.

Kita hanya perlu ke kantor imigrasi (di Malang ada di dekat Arjosari) setelah sebelumnya booking pendaftaran online. Sesampainya disana dengan membawa berkas yang diperlukan, kita hanya perlu mengisi form, mengambil nomor antrian, menunggu dan masuk ke kantornya. Di kantornya agak ruwet sih, kami kayak diinterogasi gitu. Bener-bener ditanya dengan detil apa keperluan kami keluar negeri, kemana dan mengapa. Kami saja sampai bolak-balik fotocopy berkas, terutama pengumuman hasil seleksi student mobility yang ada nama kaminya. Disana, fotocopy dan prin juga mehong. Masak FC 1 lembar aja 500 dan prin 2000. Pemerasan banget. Setelah semua proses administrasi selesai, kami diminta membayar biaya pendaftaran paspor ke rekening negara guys. Harganya 350K. Untung disana ada ATM BNI, jadi aku bayarnya lewat itu. Kalau bayar lewat agen di FCnya sana, pihaknya ambil bati 5K guys, mehong. Setelah semua proses itu, kami tinggal nunggu deh paspornya jadi. Seminggu kemudian, paspor kami jadi, langsung ambil deh, anti ribet-ribet lagi.

Paspor udah jadi nih, udah siap sih kami keluar negerinya. Tinggal persiapan fulus dan perlengkapannya aja, wkwkwk. Suatu hari, panitia ngundang kami untuk koordinasi lagi nih. Diberitakan bahwa si pihak UTM ini tak kunjung memberi balasan kepastian kapan dan bagaimana mereka dapat menerima kami. Di lain sisi, Pak Markus, dekan kami, barusan dari Thailand. Beliau mendapatkan kabar dari temannya, Pak Sirichok, kepala HI SUT bahwa SUT akan mengadakan Entrepreneurship Camp dan telah mengirim email pada HI UM beberapa hari yang lalu tapi tak kunjung dibalas. Dari Pak Markus inilah, HI UM akhirnya mengecek emailnya, yang ternyata undangan tersebut dikirimkan pada email lama HI UM. Di undangannya, pendaftarannya sebenarnya sudah ditutup beberapa hari lalu. Namun, dengan kekuatan nego Pak Markus ke Pak Sirichok, dibolehkanlah UM untuk mengirimkan delegasinya walaupun melewati deadline pendaftaran. Terus apa hubungannya sama aku?

Dari sinilah, panitia menawarkan kepada kami, peserta program student mobility untuk beralih ke program ini (sebenarnya konteksnya sama, tapi di acara ini dibumbui "Entrepreneurship" yang notabene bukan bidang kami sebagai saintis). Panitia saat itu juga memaparkan bahwa dalam acara ini, semua akomodasi termasuk makanan dan transport akan ditanggung oleh panitia penyelenggara. Peserta hanya akan dibebani ongkos transport PP ke Thailand (yang notabene akan ditanggung FMIPA UM). Nah loo, KURANG OPO WESS. Lamgsung wes, senyum-senyum pingin aku nang panitiane, wkwkwkk. Batinne panitiane, "Arek iki pasti gelemme", wkwkwk. GRATISSS CURRR, SEMUANYAAA, YA ALLAH, NIKMAT MANA YANG AKU DUSTAKAN. Kami diberi waktu sih oleh panitia untuk berpikir terlebih dahulu, mau ambil apa tidak.

Langsung dah, keluarnya dari gedung fakultas, aku langsung dengan tegas ngomong "YES" ke Indah dan Rara. Kami pun berdiskusi disana. Yaa, meskipun ya temanya Entrepreneurship, tapi lha gimana lagi, gratis loo ini, masak rejeki ditolak. Lagian si UTM belum tentu ngasih kabar secepatnya. Anggep aja kita niatnya belajar sesuatu yang baru, yaitu Entrepreneurship. Englishnya kan juga dengan ini akhirnya sangat terdayagunakan. Adventure dan tantangannya juga makin sip. Perjalanannya juga sekalian yang lebih jauh. MANTUL LAH POKOKNYA.

Akhirnya dengan itu, kami menyetujui untuk beralih ke program ini, begitu pun juga Hilda, peserta student mobility lain yang tujuannya ke Universitas Malaya. Tapi entah kenapa, peserta student mobility yang satunya lagi tidak ikut. Gak perlu dipusingin lah pokoknya. Btw kuotanya 5 setiap universitas. Nah, ternyata, satunya lagi dari UM mengirimkan anak FIP.

Liat aja nanti kelanjutannya gimana di part 2, bersama dengan cerita tragedi salak Pak Sirichok, wkwkwk. See youu.

Wassalammualaikum wr. wb.
(OJOK MEK DIDELOK TOK POO REK, KOMENEN PISAN TALAH)